PEKANBARU, TanahIndonesia.id - Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Peternakan Provinsi Riau untuk memfinalisasi Rencana Kerja (Renja) Tahun Anggaran 2026. Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi II DPRD Riau itu menjadi forum penting untuk menajamkan arah kebijakan pembangunan sektor peternakan di Bumi Lancang Kuning.
Rapat tersebut dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Adam Syafaat didampingi Wakil Ketua Komisi II Hardi Candra, Sekretaris Komisi II Androy Aderianda, serta para anggota Komisi II yakni Ginda Burnama, Sutan Sari Gunung, dan Monang Eliezer Pasaribu. Dari pihak eksekutif, hadir Kepala Dinas Peternakan Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir bersama jajaran struktural dan pejabat UPT di lingkungan dinas tersebut.
Dalam paparannya, Dinas Peternakan memaparkan berbagai peningkatan dan penajaman pada program-program strategis di seluruh bidang untuk tahun anggaran 2026. Berbagai langkah perbaikan disebutkan telah disusun, mulai dari peningkatan produksi peternakan, penguatan layanan kesehatan hewan, pengembangan sarana agribisnis peternakan, hingga penguatan sistem jaminan keamanan pangan asal hewan (Kesmavet).
Salah satu topik yang menjadi pusat perhatian adalah persoalan pengelolaan limbah ternak yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah besar di berbagai kabupaten kota. Limbah peternakan, terutama dari peternakan sapi dan unggas, dinilai masih belum dikelola secara optimal sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
Dinas menilai isu ini harus mendapat porsi pembiayaan yang lebih kuat pada tahun 2026, terutama melalui sektor inovasi teknologi pengolahan limbah dan pelibatan kelompok-kelompok peternak. Selain itu, rencana pengadaan bibit ternak juga menjadi isu krusial dalam pembahasan rencana kerja (renja) kali ini.
Dinas menyampaikan bahwa kebutuhan pengadaan bibit memiliki nilai strategis karena berhubungan langsung dengan peningkatan populasi ternak dan produktivitas peternak di masyarakat. Namun, program ini memerlukan perhitungan anggaran yang matang agar tidak menimbulkan kesenjangan antara kebutuhan di lapangan dan kemampuan APBD.
Dinas Peternakan turut menyampaikan rekapitulasi pagu anggaran berdasarkan bidang dan unit pelaksana teknis (UPT). Adapun komposisi sementara anggaran Renja 2026 terdiri dari, Sekretariat 69,77 persen, Produksi Peternakan 14,57 persen, Kesehatan Hewan 3,31 persen, Agribisnis Peternakan 0,43 persen, Kesmavet 0,43 persen, UPT Inseminasi Buatan Ternak 3,73 persen, UPT Laboratorium Veteriner dan Klinik Hewan 4,02 persen, dan UPT Pengembangan Ternak dan Pakan 3,74 persen.
Komposisi ini langsung menjadi perhatian anggota Komisi II, terutama terkait dominasi anggaran yang dialokasikan untuk sekretariat. Beberapa anggota memandang perlu adanya penyeimbangan, terutama untuk memperkuat program teknis yang langsung menyentuh masyarakat peternak.
Sekretaris Komisi II Androy Aderianda, menjadi salah satu pihak yang paling menyoroti pola penyusunan kebutuhan bibit ternak yang dipandang belum proporsional. Ia menilai perhitungan yang disampaikan dinas masih belum menggambarkan situasi riil di lapangan dan perlu ditinjau ulang secara menyeluruh.
“Kami melihat pola perhitungan kebutuhan bibit ternak ini belum simetris. Ada beberapa kecamatan yang justru memiliki populasi ternak besar namun tidak mendapatkan prioritas alokasi bibit. Perhitungan seperti ini harus realistis dan sesuai kapasitas program, apalagi APBD 2026 masih berpotensi mengalami penyesuaian saat pembahasan APBD perubahan,” ujar Androy.
Androy meminta agar dinas melakukan penyisiran ulang terhadap kebutuhan riil, baik dari sisi jumlah bibit, calon penerima manfaat, maupun potensi pengembangan populasi ternak yang sesuai dengan arahan kebijakan daerah.
Anggota Komisi II DPRD Riau Ginda Burnama turut memberikan masukan agar program-program prioritas disusun lebih terarah dan selaras dengan kebutuhan masyarakat peternak. Menurutnya, anggaran yang tersedia, meski terbatas, harus menyasar kegiatan yang memberikan dampak nyata pada peningkatan pendapatan masyarakat dan penguatan ekonomi lokal.
Ketua Komisi II Adam Syafaat menambahkan setiap program harus melewati proses perencanaan yang matang, tidak hanya dari sisi administratif tetapi juga dari sisi outcome dan keberlanjutan. Menurut Adam, sektor peternakan memiliki potensi strategis dalam menopang kebutuhan pangan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun potensinya sering tidak maksimal karena lemahnya koordinasi dan minimnya inovasi program.
Sementara itu, Sutan Sari Gunung dan Monang Eliezer Pasaribu menyoroti perlunya transparansi dalam proses penyusunan renja agar dinas dan DPRD memiliki persepsi yang sama mengenai arah kebijakan peternakan tahun 2026. Mereka juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi sebelum pembahasan berlanjut ke tingkat Badan Anggaran (Banggar) agar tidak ada lagi perbedaan pandangan pada fase akhir penyusunan APBD.
Komisi II menilai penyusunan program peternakan tahun 2026 harus didasarkan pada data yang kuat serta sinkronisasi program antara dinas dan DPRD. Dengan demikian, anggaran yang dialokasikan dapat efektif dalam memperkuat kapasitas peternak, memperluas akses permodalan, dan meningkatkan kualitas bibit serta produktivitas ternak.
Salah satu fokus yang juga dibahas adalah pentingnya modernisasi sistem peternakan melalui teknologi, seperti inseminasi buatan, peningkatan kapasitas laboratorium veteriner, serta penguatan UPT untuk mendukung penyediaan pakan berkualitas dan penanganan penyakit hewan.
Dinas Peternakan mengakui tantangan sektor peternakan beberapa tahun terakhir semakin kompleks, mulai dari dinamika harga pakan, fluktuasi permintaan pasar, wabah penyakit hewan, hingga dampak perubahan iklim. Karena itu, dukungan anggaran yang memadai dari pemerintah daerah menjadi faktor penentu keberhasilan program pengembangan peternakan.
RDP ini akhirnya ditutup dengan beberapa catatan penting yang akan menjadi perhatian dinas dalam penyempurnaan Renja 2026. Dengan komitmen bersama antara legislatif dan eksekutif, Komisi II DPRD Riau berharap penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026 nantinya dapat berjalan lebih efektif, tepat sasaran, dan mampu menjadi pendorong bagi kemajuan sektor peternakan di Provinsi Riau.
Ketua Komisi II Adam Syafaat menegaskan, pihaknya siap melakukan pengawasan dan pendampingan lebih intensif untuk memastikan setiap program yang dijalankan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
“Kita ingin memastikan sektor peternakan di Riau bukan hanya bertahan, tetapi berkembang jauh lebih kuat. Peternakan adalah sektor yang dekat dengan masyarakat, karena itu anggarannya harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak,” ujar Adam saat menutup rapat.(adv)**

